Pages

Sosial media

Selasa, 18 Maret 2014

Kepercayaan awal masyarakat Indonesia

"
Gambar 6.4 Dolmen, wujud kebudayaan Megalitikum di Nias

Sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan, orang mempunyai anggapan bahwa hidup tidak akan berhenti, walaupun orang sudah meninggal. Orang mati dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik dan tenang dan orang yang ditinggalkannya masih dapat berhubungan dengan yang berada di dunia lain. Masyarakat berburu dan mengumpulkan diperkirakan juga mengenal upacara penguburan sebab soal mati adalah soal yang besar, yaitu adanya sesuatu di luar perhitungan manusia. Kesadaran adanya kekuatan gaib menjadi dasar kepercayaan mereka (animisme), ada juga epercayaan dinamisme, yaitu adanya benda yang dikeramatkan. Pada masa bercocok tanam, masyarakat sudah mengenal kepercayaan gaib, yaitu kekuatan di luar kekuatan manusia, misalnya, gunung meletus atau banjir. Mereka beranggapan adanya kekuatan alam yang luar biasa pasti ada yang menggerakkan dan sedang murka. Mereka juga memuja arwah manusia yang sudah meninggal. Menurut pendapat mereka, tempat roh itu sangat tinggi, misalnya, di puncak-puncak gunung. Untuk turunnya roh nenek moyang, mereka mendirikan bangunan batu besar (bangunan Megalitikum), dibuat dari batu yang utuh dan dipahat dalam bentuk tertentu. Bentuk nyata dalam kepercayaan masyarakat bercocok tanam, yaitu menyembah roh nenek moyang (animisme) dan menyembah benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme).
Masa bercocok tanam dan perundagian telah menghasilkan bangunan megalit seperti menhir, dolmen, keranda, dan kubur batu. Dalam kubur batu terdapat bekal kubur, yaitu bekal-bekal si mati selama perjalanan menuju ke tempat alam baka. Selanjutnya keluarga yang ditinggal selalu bersesaji di dolmen (tempat pemujaan roh), di atas dolmen terdapat menhir. Pemujaan roh nenek moyang sangat penting dalam suatu kehidupan rohani pada masa itu.
"
Gambar 6.4 Dolmen, wujud kebudayaan Megalitikum di Nias

Sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan, orang mempunyai anggapan bahwa hidup tidak akan berhenti, walaupun orang sudah meninggal. Orang mati dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik dan tenang dan orang yang ditinggalkannya masih dapat berhubungan dengan yang berada di dunia lain. Masyarakat berburu dan mengumpulkan diperkirakan juga mengenal upacara penguburan sebab soal mati adalah soal yang besar, yaitu adanya sesuatu di luar perhitungan manusia. Kesadaran adanya kekuatan gaib menjadi dasar kepercayaan mereka (animisme), ada juga epercayaan dinamisme, yaitu adanya benda yang dikeramatkan. Pada masa bercocok tanam, masyarakat sudah mengenal kepercayaan gaib, yaitu kekuatan di luar kekuatan manusia, misalnya, gunung meletus atau banjir. Mereka beranggapan adanya kekuatan alam yang luar biasa pasti ada yang menggerakkan dan sedang murka. Mereka juga memuja arwah manusia yang sudah meninggal. Menurut pendapat mereka, tempat roh itu sangat tinggi, misalnya, di puncak-puncak gunung. Untuk turunnya roh nenek moyang, mereka mendirikan bangunan batu besar (bangunan Megalitikum), dibuat dari batu yang utuh dan dipahat dalam bentuk tertentu. Bentuk nyata dalam kepercayaan masyarakat bercocok tanam, yaitu menyembah roh nenek moyang (animisme) dan menyembah benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme).
Masa bercocok tanam dan perundagian telah menghasilkan bangunan megalit seperti menhir, dolmen, keranda, dan kubur batu. Dalam kubur batu terdapat bekal kubur, yaitu bekal-bekal si mati selama perjalanan menuju ke tempat alam baka. Selanjutnya keluarga yang ditinggal selalu bersesaji di dolmen (tempat pemujaan roh), di atas dolmen terdapat menhir. Pemujaan roh nenek moyang sangat penting dalam suatu kehidupan rohani pada masa itu.

0 komentar:

Posting Komentar