Pages

Sosial media

Senin, 21 April 2014

materi siklus I



Zaman praaksara meninggalkan hasil budaya yang masih sederhana, tetapi berharga nilainya dalam mempelajari kembali sejarah manusia Indonesia di masa lampau. Alat-alat budaya mereka ciptakan sesuai kebutuhan sehingga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhannya. Alat-alat budaya tersebut pada awalnya terbuat dari batu dan berkembang menggunakan logam maka dalam penyebutannya sering disebut zaman batu atau zaman logam. Dengan peninggalan-peninggalan mereka itulah, para ahli dapat mengungkap kembali bagaimana kehidupan di masa itu.

Selasa, 18 Maret 2014

D. Peta Penemuan Manusia Purba dan Hasil Budayanya


Gambar 6.7 Tempat temuan manusia praaksara

Gambar 6.8 Tempat temuan alat-alat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana

Gambar 6.9 Tempat temuan alat-alat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

Gambar 6.10 Tempat temuan alat-alat masa bercocok tanam dan benda-benda megalitik

Gambar 6.11 Tempat temuan kapak persegi dan kapak lonjong

Gambar 6.12 Peta persebaran kapak persegi dan kapak lonjong kebudayaan batu besar dan kebudayaan perungu di Nusantara

C. Hasil Budaya Manusia Purba di Indonesia

Sejak zaman Pleistosen Bawah telah ada jenis manusia purba yang sudah menghasilkan alat-alat hidup dan budaya. Bukti bahwa Pithecanthropus erectus menghasilkan kebudayaan Pacitan ditemukan Von Koenigswald berupa kapak perimbas atau disebut kapak Pacitan. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu, tulang, kayu, dan ada yang dari tulang binatang. Selain di Pacitan dan Ngandong, alat-alat semacam ini juga ditemukan di Sumatra, Sulawesi, Flores, dan Timor. Hallam L. Movius Jr. mengklasifikasikan alat Paleolitikum sebagai berikut.
1. Kapak perimbas (chopper)
Bagian yang tajam berbentuk cembung, digunakan untuk memangkas. Fungsi kapak ini untuk penetak dan pemotong. Kapak ini ditemukan di Pacitan oleh Von Koenigswald tahun 1935 yang diperkirakan pendukung Pithecanthropus erectus, kapak ini disebut juga chopper chopping tool. Kapak ini juga ditemukan di luar Nusantara, seperti di Pakistan, Myanmar, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
2. Kapak penetak
Kapak ini mirip kapak perimbas, hanya bentuknya lebih besar, dipergunakan untuk membelah kayu, pohon, atau bambu. Alat ini disebut chopping tool, ditemukan hampir di seluruh wilayah Nusantara.
3. Kapak genggam
Kapak ini memiliki bentuk mirip kapak perimbas, tetapi jauh lebih kecil. Cara pemakaiannya dengan digenggam pada ujungnya yang lebih kecil. Hampir di seluruh Nusantara terdapat alat tersebut.
4. Pahat genggam
Bentuknya lebih kecil dari kapak genggam yang berfungsi untuk menggemburkan tanah dan mencari ubi-ubian. Alat ini sangat tajam.
5. Alat serpih

Gambar 6.5Alat-alat serpih/microlit dari kebudayaan Toala

Alat serpih dipergunakan untuk pisau, mata panah, dan alat pemotong. Alat serpih ini ditemukan oleh Von Koenigswald tahun 1934 di Sangiran, juga di Gua Lawa, (Sampung, Ponorogo), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Timor, dan Roti. Alat serpih ini berukuran kecil antara 10 – 20 cm yang banyak ditemukan di gua-gua.
6. Alat-alat dari tulang
Alat ini dibuat dari tulang binatang untuk pisau, belati, dan mata tombak yang banyak ditemukan di Ngandong (Ngawi Jawa Timur). Homo sapiens juga telah memiliki kebudayaan yang lebih tinggi dari manusia purba. Bahkan jika kita melihat hasil kebudayaannya, sudah tergolong pada budaya Batu Tengah, yakni Mesolitikum. Alat mereka sudah dihaluskan sebagian dan tempat tinggal mereka berada di gua-gua sehingga meninggalkan abris sous roche dan sampah kerang kjokkenmoddinger. Tempat tinggalnya ditemukan di pantai Sumatra Timur dan alatnya berupa kapak Sumatra, kapak pendek, serta pipisan atau batu penggiling. Adapun kjokkkenmoddinger ditemukan di Gua Sampung (Ponorogo, Jawa Timur), di Timor, di Pulau Roti, dan Bojonegoro. Alat-alat mereka selain dari batu sudah ada yang dibuat dari tulang (bone culture).


Gambar 6.6 Kapak batu dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, dan Neolitikum. Perbandingan bentuk fisik memperlihatkan teknik pembuatan peralatan batu, dari masih kasar menjadi semakin halus. Kemajuan teknik membuat alat memperlihatkan kemajuan keahlian manusia purba.

Kepercayaan awal masyarakat Indonesia

Gambar 6.4 Dolmen, wujud kebudayaan Megalitikum di Nias

Sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan, orang mempunyai anggapan bahwa hidup tidak akan berhenti, walaupun orang sudah meninggal. Orang mati dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik dan tenang dan orang yang ditinggalkannya masih dapat berhubungan dengan yang berada di dunia lain. Masyarakat berburu dan mengumpulkan diperkirakan juga mengenal upacara penguburan sebab soal mati adalah soal yang besar, yaitu adanya sesuatu di luar perhitungan manusia. Kesadaran adanya kekuatan gaib menjadi dasar kepercayaan mereka (animisme), ada juga epercayaan dinamisme, yaitu adanya benda yang dikeramatkan. Pada masa bercocok tanam, masyarakat sudah mengenal kepercayaan gaib, yaitu kekuatan di luar kekuatan manusia, misalnya, gunung meletus atau banjir. Mereka beranggapan adanya kekuatan alam yang luar biasa pasti ada yang menggerakkan dan sedang murka. Mereka juga memuja arwah manusia yang sudah meninggal. Menurut pendapat mereka, tempat roh itu sangat tinggi, misalnya, di puncak-puncak gunung. Untuk turunnya roh nenek moyang, mereka mendirikan bangunan batu besar (bangunan Megalitikum), dibuat dari batu yang utuh dan dipahat dalam bentuk tertentu. Bentuk nyata dalam kepercayaan masyarakat bercocok tanam, yaitu menyembah roh nenek moyang (animisme) dan menyembah benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme).
Masa bercocok tanam dan perundagian telah menghasilkan bangunan megalit seperti menhir, dolmen, keranda, dan kubur batu. Dalam kubur batu terdapat bekal kubur, yaitu bekal-bekal si mati selama perjalanan menuju ke tempat alam baka. Selanjutnya keluarga yang ditinggal selalu bersesaji di dolmen (tempat pemujaan roh), di atas dolmen terdapat menhir. Pemujaan roh nenek moyang sangat penting dalam suatu kehidupan rohani pada masa itu.

Kebudayaan batu Jenis-jenis dan persebaran manusia di kepulauan Indonesia

Kebudayaan batu Jenis-jenis dan persebaran manusia di kepulauan Indonesia..
Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat dari batu, yang terdiri dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.
a. Kebudayaan Batu Tua (Paleolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Tua sebab alat peninggalannya dari batu yang masih kasar atau belum dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini adalah manusia purba. Berdasarkan daerah penemuannya, kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan Pacitan
Disebut kebudayaan Pacitan sebab hasil budayanya terdapat di daerah Pacitan (Pegunungan Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper (kapak penetak) atau disebut kapak genggam. Pendukung kebudayaannya adala Pithecanthropus erectus dan budaya batu ini disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat Paleolitikum ini juga ditemukan di Parigi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatra Selatan).
Bagan pembagian perkembangan budaya pada masa praaksara

2) Kebudayaan Ngandong
Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong, Ngawi Jawa Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan juga kapak genggam, sedangkan di Sangiran ditemukan batu flakes dan batu chalcedon yang indah. Di Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung kebudayaan Ngandong adalah Homo soloensis danHomo wajakensis. Penghidupan mereka masih mengumpulkan makanan (food gathering). Mereka mencari makanan dari jenis ubi-ubian dan berburu binatang.

b. Kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum)
Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir. Pendukung kebudayaannya adalah Homo sapiens yang merupakan manusia cerdas. Penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai, disebut dalam bahasa Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang), yang banyak ditemukan di pantai timur Sumatra. Penemuan alatnya adalah pebble disebut juga kapak Sumatra), kapak pendek (hache courte), dan pipisan (batu penggiling). Selain tempat-tempat di atas, juga terdapat abris sous roche (gua sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo, Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti, dan Bojonegoro (tempat ditemukan-nya alat dari tulang).
c. Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)
Gambar 6.2 Kapak persegi dan kapak lonjong
Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah dihaluskan. Mereka sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta mulai menghasilkan makanan (food producing). Mereka menciptakan alat-alat kehidupan mulai dari alat kerajinan menenun, periuk, membuat rumah, dan mengatur masyarakat. Alat yang dipergunakan pada masa ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Daerah penemuan kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra), Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen. Adapun kapak lonjong banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua, Tanimbar, q1Seram, Serawak, Kalimantan Utara, dan Minahasa.

d. Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum)
Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum.
1) Menhir
Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di Sumatra Selatan dan Kalimantan.
2) Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa Timur).
3) Keranda (sarkofagus)
Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup dari batu. Daerah temuannya di Bali.
4) Peti kubur batu
Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.
5) Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkattingkat (berundak-undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang kemudian menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah bangunan asli Indonesia.
6) Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.
7) Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang sedang menunggang binatang dan sedang berburu.
Gambar 6.3 Menhir dari Bada, Sulawesi Tengah peti kubur yang ditemukan di Kuningan, Jawa Barat kubur batu waruga.

Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.
1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di Jepang.
2) Pemujaan dewi kesuburan
Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.
3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)
Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.
4) Adanya upacara ruwatan
Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima, dan bersih desa.

B. Perkembangan eknologi dan Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia

1. Perkembangan teknologi nenek moyang bangsa Indonesia
Perkembangan alat dan teknologi kehidupan manusia pada masa lalu, yaitu pada masa hidup berburu dan mengumpulkan dapat dikatakan masih sangat sederhana, hampir semua alat yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup masih sangat sederhana. Alat yang dibuat sekadar dapat membantu pekerjaan mereka. Alat-alat bantu dibuat dari batu dan tulang. Tujuan pembuatan alat untuk mempermudah memperoleh bahan makanan yang menjadi kebutuhan pokok.
Pada masa bercocok tanam, kebudayaan mereka berkembang pesat, hidup sudah menetap (sedenter) dan sudah menghasilkan makanan (food producing). Peningkatan teknologi ditandai dengan adanya peningkatan alat-alat dari batu kasar menuju batu halus, kemudian menggunakan alat-alat dari logam. Alat-alat sebelum dihaluskan, contohnya, kapak perimbas (bagian tajamnya berbentuk cembung), kapak penetak (ketajamannya berbentuk liku-liku), pahat genggam (ketajamannya berbentuk terjal), dan kapak genggam yang bagian tajamnya berbentuk meruncing. Teknologi kemudian meningkat, alatnya sudah dihaluskan seperti kapak persegi dan kapak lonjong. Dengan alat itu, ternyata mereka sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup yang lebih luas dari masa sebelumnya, yaitu bersawah, membuat rumah, bermasyarakat, dan membuat perahu bercadik.
Teknologi kapak batu pun ditinggalkan, kemudian muncul yang lebih maju, yaitu kepandaian menggunakan alat-alat dari logam sebagai bahan membuat alat yang memerlukan teknik, seperti cara bivalve dan a cire perdue. Semua kapak logam dibuat mirip dengan kapak batu. Dalam perkembangan selanjutnya, kapak logam kemudian mempunyai bentuk lain yang dinamakan kapak sepatu atau kapak corong, yaitu sebagai alat untuk membantu kehidupan mereka. Namun, ada jenis alat logam yang tidak digunakan untuk alat bekerja, misalnya, candrasa dipakai untuk alat upacara, begitu juga nekara dan moko. Dengan teknologi yang semakin maju inilah masyarakat semakin mampu membuat hasil budaya yang jauh lebih berharga untuk menciptakan alat yang lebih sempurna seperti di zaman megalit itu.

Asal-Usul Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia

Manusia mulai muncul di muka bumi sejak zaman Neozoikum, tepatnya pada kala Holosen atau zaman Alluvium yang berkembang sejak 20.000 tahun yang lalu. Untuk mengetahui keadaan manusia pada berbagai masa dan evolusinya, kita perlu mengetahui bagaimana dan di mana kedudukan manusia dalam alam serta hubungannya dengan benda kebudayaan yang diperkirakan sebagai hasil budayanya.
A. Teori Perkembangan Manusia
Sistem yang dianut untuk memecahkan masalah tentang manusia itu adalah sistem yang berdasarkan evolusi, yang memperlihatkan jauh dekatnya hubungan berbagai makhluk dalam evolusi. Evolusi biologis tidak meninggalkan bukti lengkap bagi umat manusia sekarang. Hal ini yang sekarang sering menimbulkan perbedaan pendapat dari para ahli. Teori evolusi biologis adalah perubahan filogenetis, jadi perubahan satu takson menjadi takson lain, atau tetap sebagai takson lama dengan perubahan sedikit, atau bahkan punah. Evolusi manusia bukanlah manusia berasal dari monyet karena monyet sekarang memiliki spesies yang jauh dari manusia. Darwin mengemukakan teori evolusinya, bahwa suatu takson itu tidak statis, tetapi dinamis melalui waktu yang lama dan panjang, dan semua makhluk di muka bumi ini adalah berkerabat.

Gambar 6.1 Charles Robert Darwin

Pendapat Darwin dalam bukunya The Origin of Species, sebagai berikut.
1. Bahwa spesies yang ada sekarang berasal dari spesies yang hidup di masa lalu dan akhirnya sampai sekarang.
2. Bahwa evolusi itu terjadi dalam kehidupan melalui seleksi alam sehingga tidak dapat
ditolak. Hal itu memperlihatkan bahwa spesies yang sekarang berasal dari spesies yang lalu.
3. Antara Pithecanthropus erectus dan Homo sapiens terdapat Homo neanderthalensis sebab jenis ini cirinya hampir mendekati Homo sapiens.

Dalam evolusi manusia, ciri tubuhnya diwariskan dari orang tua atau nenek moyangnya. Satuan pewarisan terkecil dinamakan gen yang terdapat pada kromosom. Gen inilah yang mengatur ciri atau sifat yang akan diturunkan atau diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Mutasi adalah perubahan yang mantap dan dapat diturunkan pada gen suatu organisme. Seleksi alam berpengaruh kepada gen, itulah sebabnya evolusi selalu ada. Evolusi manusia mengakibatkan terjadinya perubahan sosial, budaya, bahkan bentuk tubuh dan fungsinya. Misalnya, sebagai berikut.
a. Evolusi kepala yang berkaitan dengan evolusi muka dan otak. Evolusi ini berkaitan dengan cara makan yang semula diambil dengan mulut berangsur-angsur berubah dan mulai menggunakan tangan.
b. Cara bergerak tubuhnya mulai berjalan tegak.
c. Perkembangan hidup biososialnya mulai tampak.

Demikian teori perkembangan manusia di muka bumi ini. Bagaimana pendapat para ahli mengenai kehidupan awal di Indonesia? Sejarah awal keberadaan masyarakat di kepulauan Indonesia diketahui dan didukung oleh teori imigrasi.
1. Teori Van Heine Geldern
Menurut teorinya, bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia. Pendapat ini didukung oleh artefak-artefak (bentuk budaya) yang ditemukan di Indonesia yang memiliki kesamaan bentuk dengan yang ditemukan di daratan Asia.
2. Teori Prof. Muhammad Yamin
Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Hal ini dibuktikan dengan penemuan fosil-fosil tertua dengan jumlah terbanyak di daerah Indonesia.
3. Teori Prof. Dr. H. Kern
Kern menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa, Kochin Cina, dan Kampuchea. Kern juga menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mempergunakan perahu bercadik menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukun dengan adanya persamaan nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah-daerah di Indonesia (yang menjadi objek penelitian Kern adalah persamaan bahasa serta persamaan nama binatang dan alat perang).
4. Teori Prof. Dr. Kroom
Ia menyatakan bahwa asal-usul bangsa Indonesia adalah dari daerah Cina Tengah karena di daerah tersebut banyak sungai yang besar. Mereka menyebar ke wilayah Indonesia sampai tahun 1500 SM.
5. Teori Moh. Ali
Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan daerah Cina Selatan, yakni dari hulu sungai besar di Asia yang kedatangannya di Nusantara secara bergelombang. Gelombang pertama adalah gelombang Melayu Tua (Proto Melayu 3000 SM – 1500 SM) dengan ciri budayanya adalah Neolitikum. Mereka datang dengan jenis perahu bercadik satu. Gelombang kedua adalah gelombang Melayu Baru (Deutero Melayu 1500 SM – 500 SM) dengan menggunakan perahu bercadik dua.
6. Teori Dr. Brandes
`Ia berpendapat bahwa bangsa yang bermukim di Kepulauan Indonesia memiliki banyak persamaan dengan bangsa-bangsa pada daerah yang terbentang dari sebelah utara Formosa, sebelah barat Madagaskar, sebelah selatan tanah Jawa, dan sebelah timur sampai ke tepi barat Amerika.
7. Teori Willem Smith
Ia meneliti asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan bahasa oleh bangsa Indonesia. Willem Smith membagi bangsa di Asia atas dasar bahasa yang dipergunakannya, yaitu bangsa berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa Jerman, dan bangsa yang berbahasa Austria. Bangsa yang berbahasa Austria dibagi dua, yaitu bangsa yang berbahasa Austro-Asia dan bangsa yang berbahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia, Melanesia, dan Polinesia.
8. Teori Hogen
Ia menyatakan bahwa bangsa yang mendiami daerah pesisir Melayu berasal dari Sumatra. Bangsa ini bercampur dengan bangsa Mongol yang kemudian disebut bangsa Proto Melayu dan Deutero Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar di wilayah sekitar Indonesia tahun 1300 SM – 1500 SM. Adapun bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda) menyebar di wilayah Indonesia sekitar tahun 1500 SM – 500 SM.
9. Teori Max Muller
Ia mengatakan bahwa asal bangsa Indonesia adalah daerah Asia Tenggara. Namun, pendapat Max Muller ini tidak begitu jelas alasannya. Ia menarik kesimpulan dari para peneliti lainnya.
10. Teori Majumdar
Sebagai seorang yang tekun dalam penelitian maka kesimpulan yang diperolehnya adalah bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India, kemudian menyebar ke Indocina, terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Pendapat Majumdar ini didukung oleh penelitiannya berdasarkan bahasa Austria yang merupakan bahasa muda di India Timur.

Berdasarkan penyelidikan terhadap penggunaan bahasa yang dipakai di berbagai kepulauan, Kern berkesimpulan bahwa Indonesia berasal dari satu daerah yang menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa, dan agak ke utara, yaitu Tonkin. Mereka datang ke Indonesia 1500 SM semula ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka. Dari Malaka masuk ke Sumatra, Kalimantan, dan Jawa, sedangkan yang berada di Filipina melanjutkan perjalanan sampai di Minahasa dan daerah sekitarnya.